Jembrana (Wismaberita)
Umat Hindu di Bali, meyakini Tuhan memiliki berbagai manifestasi yang dikenal dengan nama Dewa. Hal inilah diantaranya yang membuat hingga Bali dikenal dengan sebutan Pulau Dewata.
Bali juga disebut Pulau Sorga karena diantaranya memiliki berbagai keindahan, sehingga menjadi destinasi wisata dunia, dimana tempat-tempat indahnya sungguh dijadikan agenda kunjungan dalam perjalanan tour bahkan wisata sepiritual karena yang tak kalah pentingnya Bali memiliki berbagai macam keunikan dalam adat dan budaya.
Umat di Bali yang mayoritas beragama Hindu, akan melaksanakan upacara persembahyangan berdasarkan perhitungan dan berpatokan pada sarana suci yang sering disebut dengan upakara, hari suci, tempat suci dan orang suci.
Adapun diantaranya, adalah dengan menggelar upacara pada hari atau rahinan Tumpek Landep.
Jro Mangku Suardana, salah seorang Pemangku Pura Dangkahyangan Rambutsiwi, Sabtu (27/10) mengatakan bahwa kata Tumpek sendiri berasal dari "Metu" yang artinya bertemu, dan "Mpek" yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris. Dimana Tumpek Landep dirayakan setiap Sanisara Kliwon Wuku Landep.
Jadi dalam konteks filosofi, Tumpek Landep ini merupakan tonggak penajaman, citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian, umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai–nilai agama dan dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah serta memilih mana yang baik juga mana yang tidak baik.
Pada hari Tumpek Landep ini akan dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa Pasupati. Dimana setelah mempertingati Hari Raya Saraswati sebagai perayaan turunya ilmu pengetahuan, tentunya setelah itu umat memohonkan agar ilmu pengetahuan tersebut bertuah atau mendapatkan ketajaman pikiran dan hati.
"Saat hari Tumpek Landep ini dilakukan upacara pembersihan dan penyucian aneka pusaka leluhur seperti keris, tombak dan sebagainya sehingga masyarakat awam sering menyebut Tumpek Landep sebagai otonan Keris. Namun, seiring perkembangan zaman, makna Tumpek Landep ini menjadi semakin bias dan kian menyimpang dari makna sesungguhnya. Dimana saat ini, masyarakat justru memaknai Tumpek Landep lebih sebagai upacara untuk motor, mobil serta peralatan kerja dari besi. Sesungguhnya ini sangat jauh menyimpang. Sah-sah saja pada rainan Tumpek Landep ini melakukan upacara terhadap motor, mobil dan peralatan kerja namun jangan melupakan inti dari pelaksanaan Tumpek Landep itu sendiri yang lebih menitik beratkan agar umat selalu ingat untuk mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan umat dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan. Ritual Tumpek Landep ini sesungguhnya mengingatkan umat untuk selalu menajamkan manah sehingga mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri". jelasnya.
Menurutnya, jika menilik pada makna rerainan, sesungguhnya upacara terhadap motor, mobil ataupun peralatan kerja lebih tepat dilaksanakan pada hari atau rahinan Tumpek Kuningan, yaitu sebagai ucapan syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas sarana dan prasara sehingga memudahkan aktifitas umat, serta memohon agar perabotan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan tidak mencelakakan. Tumpek landep adalah tonggak untuk mulat sarira / introspeksi diri untuk memperbaiki karakter agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Inilah mengapa saat rainan Tumpek Landep ini dilakukan pembersihan dan penyucian pusaka warisan leluhur. Disamping itu, umat hendaknya melakukan persembahyangan di sanggah/ merajan serta di pura, guna memohon anugraha dari Dwa Siwa sebagai Ida Sang Hyang Pasupati agar berkenan memberi ketajaman pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan juga masyarakat.
Bagi para seniman, Tumpek landep dirayakan sebagai pemujaan untuk memohon Taksu agar kesenian menjadi lebih berkembang, memperoleh apresiasi dari masyarakat serta mampu menyampaikan pesan-pesan moral guna mendidik dan mencerdaskan umat.
Umat Hindu di Bali, meyakini Tuhan memiliki berbagai manifestasi yang dikenal dengan nama Dewa. Hal inilah diantaranya yang membuat hingga Bali dikenal dengan sebutan Pulau Dewata.
Bali juga disebut Pulau Sorga karena diantaranya memiliki berbagai keindahan, sehingga menjadi destinasi wisata dunia, dimana tempat-tempat indahnya sungguh dijadikan agenda kunjungan dalam perjalanan tour bahkan wisata sepiritual karena yang tak kalah pentingnya Bali memiliki berbagai macam keunikan dalam adat dan budaya.
Umat di Bali yang mayoritas beragama Hindu, akan melaksanakan upacara persembahyangan berdasarkan perhitungan dan berpatokan pada sarana suci yang sering disebut dengan upakara, hari suci, tempat suci dan orang suci.
Adapun diantaranya, adalah dengan menggelar upacara pada hari atau rahinan Tumpek Landep.
Jro Mangku Suardana, salah seorang Pemangku Pura Dangkahyangan Rambutsiwi, Sabtu (27/10) mengatakan bahwa kata Tumpek sendiri berasal dari "Metu" yang artinya bertemu, dan "Mpek" yang artinya akhir, jadi Tumpek merupakan hari pertemuan wewaran Panca Wara dan Sapta Wara, dimana Panca Wara diakhiri oleh Kliwon dan Sapta Wara diakhiri oleh Saniscara (hari Sabtu). Sedangkan Landep sendiri berarti tajam atau runcing, maka dari ini diupacarai juga beberapa pusaka yang memiliki sifat tajam seperti keris. Dimana Tumpek Landep dirayakan setiap Sanisara Kliwon Wuku Landep.
Jadi dalam konteks filosofi, Tumpek Landep ini merupakan tonggak penajaman, citta, budhi dan manah (pikiran). Dengan demikian, umat selalu berperilaku berdasarkan kejernihan pikiran dengan landasan nilai–nilai agama dan dengan pikiran yang suci, umat mampu memilah serta memilih mana yang baik juga mana yang tidak baik.
Pada hari Tumpek Landep ini akan dilakukan pemujaan terhadap Sang Hyang Siwa Pasupati. Dimana setelah mempertingati Hari Raya Saraswati sebagai perayaan turunya ilmu pengetahuan, tentunya setelah itu umat memohonkan agar ilmu pengetahuan tersebut bertuah atau mendapatkan ketajaman pikiran dan hati.
"Saat hari Tumpek Landep ini dilakukan upacara pembersihan dan penyucian aneka pusaka leluhur seperti keris, tombak dan sebagainya sehingga masyarakat awam sering menyebut Tumpek Landep sebagai otonan Keris. Namun, seiring perkembangan zaman, makna Tumpek Landep ini menjadi semakin bias dan kian menyimpang dari makna sesungguhnya. Dimana saat ini, masyarakat justru memaknai Tumpek Landep lebih sebagai upacara untuk motor, mobil serta peralatan kerja dari besi. Sesungguhnya ini sangat jauh menyimpang. Sah-sah saja pada rainan Tumpek Landep ini melakukan upacara terhadap motor, mobil dan peralatan kerja namun jangan melupakan inti dari pelaksanaan Tumpek Landep itu sendiri yang lebih menitik beratkan agar umat selalu ingat untuk mengasah pikiran (manah), budhi dan citta. Dengan manah, budhi dan citta yang tajam diharapkan umat dapat memerangi kebodohan, kegelapan dan kesengsaraan. Ritual Tumpek Landep ini sesungguhnya mengingatkan umat untuk selalu menajamkan manah sehingga mampu menekan perilaku buthakala yang ada di dalam diri". jelasnya.
Menurutnya, jika menilik pada makna rerainan, sesungguhnya upacara terhadap motor, mobil ataupun peralatan kerja lebih tepat dilaksanakan pada hari atau rahinan Tumpek Kuningan, yaitu sebagai ucapan syukur atas anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas sarana dan prasara sehingga memudahkan aktifitas umat, serta memohon agar perabotan tersebut dapat berfungsi dengan baik dan tidak mencelakakan. Tumpek landep adalah tonggak untuk mulat sarira / introspeksi diri untuk memperbaiki karakter agar sesuai dengan ajaran-ajaran agama. Inilah mengapa saat rainan Tumpek Landep ini dilakukan pembersihan dan penyucian pusaka warisan leluhur. Disamping itu, umat hendaknya melakukan persembahyangan di sanggah/ merajan serta di pura, guna memohon anugraha dari Dwa Siwa sebagai Ida Sang Hyang Pasupati agar berkenan memberi ketajaman pikiran sehingga dapat menjadi orang yang berguna bagi keluarga dan juga masyarakat.
Bagi para seniman, Tumpek landep dirayakan sebagai pemujaan untuk memohon Taksu agar kesenian menjadi lebih berkembang, memperoleh apresiasi dari masyarakat serta mampu menyampaikan pesan-pesan moral guna mendidik dan mencerdaskan umat.
"Maka sekali lagi ditegaskan, Tumpek Landep bukan rerainan untuk mengupacarai motor, mobil ataupun perabotan besi, tetapi lebih menekankan kepada kesadaran untuk selalu mengasah pikiran (manah), budhi dan citta untuk kesejahteraan umat manusia. Boleh saja pada rerainan Tumpek Landep mengupacarai motor, mobil dan sebagainya sebagai bentuk syukur namun itu adalah nilai tambahan saja, karena yang tidak bersyukur itulah sejatinya yang keliru atau salah. Akan tetapi, jangan sampai perayaan rerainan menitik beratkan pada nilai tambahan namun melupakan inti pokok dari rerainan tersebut", tegasnya. (!)
PROMO FREEBET 1 JUTA MERIAHKAN NATAL DAN TAHUN BARU 2019 BOLAVITA
BalasHapus- Promo Frenzy Bonus 3% Berlaku Untuk Seluruh Games Bolavita Dari Santa Claus ( Kecuali Togel )
- Untuk Bola Tangkas Dapat Claim Bonus Dengan Syarat Withdraw Mencapai Win / Loss 25% dari Nilai Deposit + Bonus
- Promo Berlaku untuk Member Yang Melakukan Deposit Minimal Rp 100.000
- Maksimal Bonus Dapat di Claim adalah Rp 1.000.000
- Syarat Penarikan Dana Adalah Melakukan Turnover Minimal 1x Dari Bonus + Deposit
- Contoh ( Deposit 1000 ) + ( bonus 3% = 30 ) = 1000 + 30 = 1030 anda harus melakukan Valid Bet Senilai 1030 untuk melakukan penarikan dana
- Anda Tetap Dapat Mengikuti Promo Cashback Apabila Telah Mengikuti Promo Frenzy Bonus Santa
- Apabila Belum Mencapai Turnover Sudah Melakukan Withdraw Bonus Frenzy Kami Tarik Kembali
- 1 User ID Berhak Melakukan Claim 1x
- Kami Berhak Membatalkan Bonus Apabila Terdapat Indikasi Kecurangan
- Untuk Freebet Santa Dibagikan Secara Otomatis Setiap Anda Melakukan Deposit
* Tanggal 24 Desember Pukul 23:00 WIB Sampai Dengan Tanggal 25 Desember Pukul 05:00 WIB
* 31 Desember 2018 Pukul 22:00 WIB Sampai Dengan Tanggal 1 Januari 2019 Pukul 07:00 WIB