Jumat, 23 September 2016

Pesisir Pantai Porak Poranda Akibat Abrasi



Jembrana (Wisma Berita)

Gempuran ganasnya gelombang pasang yang terjadi beberapa hari belakangan ini berdampak signifikan terhadap pesisir pantai Desa Yehembang, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

Akibat dari kejadian itu, senderan pengaman pantai yang dibangun kokoh beberapa tahun lalu sepanjang 100 lebih menjadi porak poranda karena diterjang ganasnya obak pantai Yehembang. Bahkan, batu pamor yang dipasang di dekat muara sungai Yehembang juga berserakan dan hanyut terbawa ganasnya ombak.

Kondisi ini menyebabkan bagunan pelinggih pemujaan terhadap Dewa Laut terancam ambruk. Tampak pada bagian bawah pelinggih tersebut telah jebol dengan diameter sekitar 20 meter.

Abrasi yang kian parah tersebut juga mengancam keberadaan Setra (kuburan) Desa Pakraman Yehembang, karena jarak bibir pantai dengan setra tersebut hanya sekitar 10 meter.

Salah seorang warga, I Made Suarma Jumat (23/9/16) mengatakan hal ini harus segera mendapatkan penanganan, sebab jika tidak maka Setra akan tenggelam. Sekarang saja jaraknya tinggal hanya 10 meter dari bibir pantai. Apalagi tanggul pengaman pantai seluruhnya telah jebol. "Gempuran gelombang pasang yang memporak-porandakan pesisir ini terjadi sejak 5 hari lalu. Dimana ketinggian ombak mencapai 5 meter lebih. Bahkan, air laut sampai masuk ke jalan melewati tanggul pengaman pantai," terang I Made Suarma.

Dari hasil konfirmasi, Perbekel Yehembang (I Made Semadi) mengatakan, pihaknya mengaku telah melakukan pengecekan ke lokasi abrasi dan sudah melaporkan kejadian tersebut kepada Pemkab Jembrana serta berharap segera mendapat penanganan lantaran mengancam keberadaan Setra serta belasan rumah penduduk.

Sementara itu, ganasnya gelombang pasang juga memporak-porandakan pesisir pantai Yehembang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Jembrana. Di wilayah ini abrasi bahkan terjadi sejak dua tahun belakangan ini, namun bertambah parah sejak 5 hari belakangan ini akibat gelombang tingginya pasang.

"Kami khawatir Setra (kuburan) juga akan tenggelam jika abrasi di wilayah kami tidak segera ditangani," terang Bendesa Pakraman Yehembang Kangin (Ida Bagus Ketut Gunarta). Menurutnya, jarak bibir pantai dengan Setra Yehembang Kangin hanya tersisa sekitar 5 meter. "Kami sebenarnya sejak lama melaporkan hal tersebut kepada Pemkab Jembrana maupun kepada pihak Pemerintah Provinsi (Pemprop) melalui salah seorang anggota DPRD Provinsi, namun hingga kini belum ada penanganan", imbuhnya.

Bukan hanya itu, kondisi senderan yang dibuat sebagai tanggul pengaman Pura Dangkahyangan Luhur Rambutsiwi juga semakin memperihatinkan. "Jika terus begini, maka cepat atau lambat pelinggih pemujaan terhadap Dewa Laut juga akan ambruk" jelas Jro Mangku Suardana. Salah seorang pemangku di Pura Dangkahyangan Luhur Rambutsiwi ini menambahkan, senderan yang dibuat sebagai tanggul pengaman ini seharusnya dibentengi lagi dengan batu-batu besar sehingga menjadi lebih kuat menahan derasnya gempuran ombak, sebab keberadaannya adalah di pantai selatan yang jelasnya memiliki arus gelombang laut sangat kuat. "Sekira 10 tahun lalu, keberadaan pesisir pantai saat ombak pasang masih berjarak lebih dari 100 meter dari bibir pantai atau keberadaan tanggul saat ini, namun sekarang ketika gelombang pasang bahkan tidak ada jarak lagi sehingga langsung menghantam tanggul, imbuh Jro Mangku Suardana. Menurutnya, hal tersebut adalah dampak dari penambangan pasir laut secara ilegal yang selama ini terus dilakukan dan hingga sekarang belum bisa dihentikan.



Disisi lain, anggota DPRD Jembrana asal Yehembang Kauh (I Wayan Suardika) dikonfirmasi mengaku prihatin dengan kondisi pesisir Desa Yehembang.

Pihaknya meminta abrasi yang parah tersebut segera mendapat penanganan karena mengancam keberadaan satu pura dan dua setra milik dua desa pakraman tersebut bahkan mengancam belasan rumah penduduk. Terkait kejadian tersebut, pihaknya mengaku akan terus memperjuangkan dan mengawal agar abrasi di dua desa itu segera mendapat penanganan. "Ini tidak ada jalan lain dan harus segera mendapat penanganan. Kami minta penanganannya menggunakan anggaran bencana atau dana pemeliharaan jika memungkinkan. Ini tidak bisa ditunda-tunda lagi," tegas Suardika. (JMS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar